Minggu, 18 November 2018

SUTEJO SANG PELAKOR




SUTEJO SANG PELAKOR

Karya Muhammad Sarjuli

Ibu Sumiyem yang tak lain adalah mantan biduan jaipong era 80-an dan dikenal dengan nama "Iyem Si Biduan Sexy" kini hidup berdua dengan anaknya Sutejo yang kini berusia 35 tahun. Sumi sudah tidak sexy lagi, tidak terkenal lagi. Kini badannya sudah melar serta kulitnya keriput.
Kegiatan Sumi sehari hari berjualan miso sedangkan Sutejo baru pulang merantau dari kebun karet di Kalimantan beberapa bulan lalu. Begitulah yang disampaikan Sumi kepada orang orang kampung yang menanyakan Tejo.
Tejo yang masih rindu kepada rumah peninggalan bapaknya tak bosan bosannya memandangi foto pernikahan Sukmo dan Sumiyem. Sampai Tejo dikejutkan suara ibunya.
"Dulu. Bapakmu suka sama ibu karena ibu terkenal sebagai bunga desa, Jo." Tejo membalikkan badannya dan duduk di kursi samping ibunya. Mengambil kopi lalu diseruputnya.
Sambil menepuk pundak Tejo. "Biar kamu cepet nikah kamu harus jadi terkenal, Jo."
"Terkenal?" Tejo menjawab bingung.
"Di jaman ibu dulu, yang terkenal banyak duitnya. Sekarang pun sama, Jo. Bedanya sekarang namanya bukan terkenal tapi viral." Sambil mengelus kepala Tejo ibunya terus berkata "Jadilah viral seperti ibu."
***

Tejo yang pusing memikirkan bagaimana caranya viral seperti yang ibunya mau. Lalu membuang kejenuhannya mendatangi Budi kawan kecilnya yang terkenal dengan keusilannya. Budi yang menikah dengan janda beranak 4 itu sekarang sudah sukses dengan usahanya. Kini Budi hanya bermain facebook setiap harinya.
"Bud kamu tau apa yang lagi viral?"
"Pelakor. Jo." Jawab Budi tanpa menoleh. Ia sibuk dengan hape samson-nya.
"Apa sih pelakor, Bud?"
"Pelakor itu orang terkenal. Banyak duitnya. Jadi rebutan buat dinikahin. Sampek sampek ni ya, ada yang rela ceraiin pasangannya buat nikah sama pelakor." Tegas Budi kepada Tejo.
"Kalo gitu aku mau Bud jadi pelakor." Tejo antusias. "Bagaimana caranya?"  Tejo kembali bertanya. Budi hanya tertawa mengejek Tejo. "Kau bisa bantu aku kan Bud?" Tegas Tejo kepada Budi. Budi yang tertawa menjadi jadi sampai sampai hilang suaranya. "Kamu benar mau jadi pelakor?" Tanya Budi serius. Tejo menjawab dengan tatapan mata yang serius. "Ok. Jo. Begini caranya."
***

Entah kenapa kata kata pelakor ini merekat erat di pikiran Tejo, seolah olah akrab betul. Mungkin karena kejadian pagi tadi yang membuat Tejo masih penasaran, juga penjelasan Budi yang rumit
Tejo menjadi orang aneh dan paling bodoh ketika ia berpapasan dengan segerombolan anak ES-DE yang meneriaki salah satu temannya. "Pelakor. Disa pelakor! Disa Pelakor. Pelakor. Pelakor. Pelakor. Pelakor." Tejo menghentikan langkah, terheran heran. Anak kecil saja sudah jadi pelakor saya juga harus jadi pelakor. Pikir Tejo. Dihirupnya energi di bumi, membulatkan tekatnya untuk menjadi pelakor sejati.
Dalam pejalanan pulang Tejo melihat ada suami istri sedang bertengkar. Saling balas balasan kata kata kotor. Tejo lalu masuk ke rumah itu dan melerai percekcokan itu. Tetapi, malah Tejo disebut sebut sebagai pelakor, dikeluarga mereka, oleh lelaki itu.
Tak lama kemudian semua tetangga berkumpul melerai pekelahian suami istri tersebut dan diajak musyawarah. Tejo yang hanya berniat menolongpun harus ikut sidang keluarga, karena dia disebut sebut sebagai pelakor.
Samar samar didengar Tejo sebelum masuk ruang tamu namanya di sebut sebut. Tejo mendengar suara dari tetangga yang berkumpul dan ngerumpi. "Hebat ya ternyata Tejo pelakornya." Suara itu terus mengisi pikiran Tejo. Tejo yang tidak memperdulikan apa kelanjutan kalimat setelah itu. merasa ini sebuah keberuntungan karena Tejo merasa akan viral dan akan banyak uang lalu akan jadi rebutan para wanita. Ia mempunyai keyakinan akan tetap mengaku menjadi pelakor. Toh tejo sudah dituduh sebagai pelakor.
***

Kira kira 2 jam Tejo mengikuti sidang. Dan keluar dengan wajah yang sumringah karena telah menyandang gelar pelakor. Dengan menepuk dada. Tejo melangkah dengan gagah dan berucap "Saya pelakor! Saya pelakor." Dilakukannya terus sampai Tejo tiba di rumah.
***

 Dengan antusias Tejo bercerita kepada ibunya.
"Bu aku sekarang sudah viral di kampung."
"Viral?"
"Iya viral. Aku sudah jadi pelakor sekarang."
Ibu Tejo yang sedang memotong bawang mengeluarkan air mata. Tejo membiarkannya saja ibunya menangis. Karena bawang pikir Tejo.
Setelah beberapa menit tidak ada respon yang menggembirakan dari ibunya Tejo kembali berbicara.
"Ibu tidak suka anaknya viral?" Pertanyaan Tejo di jawab dengan seduan.
"Aku sekarang sudah terkenal bu. Sepetri yang ibu mau. Ya walaupun baru di kampung."
Tejo yang tadinya ingin membuat ibunya bahagia dengan ketenarannya merasa aneh sebab ibunya menangis haru begitu lama.
"Ibu sudah dong menangisnya. Tejo tau ibu menangis bahagia karena sekarang Tejo terkenal di kampung sebagai pelakor. Sudah ya bu. Tejo sayang ibu. Nanti Tejo belikan ayam buat syukuran ketenaran Tejo. Ya."
***

Mendengar Tejo telah menjadi pelakor Budi langsung menghampiri Tejo di rumah Sumi mantan biduan itu. Budi yang merasa bersalah akan keadaan yang menimpa Tejo begegas untuk meminta maaf pada kawan kecilnya itu.
"Jo! Tejo!" Budi berteriak. memanggil Tejo sambil berlari.
"Jo. Anu." Budi yang ngos ngosan mengatur napas dipersilahkan duduk di kursi kayu.
"Duduk Bud. Baru saja aku mau kerumahmu."  Budi yang kelelahan karena berlari langsung duduk.
"Bud. Terimaksih berkatmu sekarang aku jadi viral. Sebentar lagi seluruh Indonesia tau kalau aku sang pelakor sejati. Ha ha ha."
Seketika napas Budi teratur bahkan berhenti sedetik, mendengar kata kata Tejo.
"Bud. Pokoknya kamu nanti yang urus semuanya ya. Aku mau adain syukuran." Sambung Tejo.
Budi hanya mengaruk garuk kepalanya dan tersenyum bingung.
"Mau kan Bud?"
"I... iya." Jawab Budi gugup.
"Ini uang buat belanja ayam." Tejo menyodorkan sejumlah uang kepada Budi.
"Ini semua berkatmu Bud." Lalu Tejo meninggalkan Budi masuk ke dalam rumah sambil nyanyi nyanyi "Jaran Goyang"
***

Sementara Budi belanja ayam. Tejo motong rambut dan kumisnya tidak lupa pula kuku kuku tangannya dipotong lalu dikikir agar rapi. Sambil siul siul. Baru kali ini Tejo segembira ini bukan hanya akan terkenal se-Indonesia tapi dia berhasil membuat ibu dan orang sekampung bangga dengan ketenarannya. Tejo sudah mulai berhayal akan masuk televisi dan diwawancarai. Dan wanita di desanya akan mengejar ngejar Tejo. Terutama Sulastri anak juragan empang yang sudah lama Tejo incar. Hayalan itu sampai membuat Tejo senyum senyum sendiri. Bolak balik Tejo mengaca dan mencoba semua baju baju andalannya. Mulai dari kaos pink garis garis sampai celana cutbray yang dibelinya di Kalimantan. Setelah rapi Tejo masih saja merasa ada yang kurang dengan penampilannya. Dilepasnya lagi pakaian pakaian itu sampai Tejo putuskan mengenakan kemeja bunga bunga dan celana cutbray lengkap dengan kalung emas imitasi di lehernya. "Ini baru namanya pelakor jaman now!" Tejo yang bicara sendiri sambil menodongkan telunjuknya ke cermin dan mengedipkan sebelah mata.
***

"Mau ke mana kamu Jo?" Tejo yang dikagetkan ibunya hanya tertawa kecil melihat ibunya dari cermin tanpa membalikkan badannya.
"Bagaimana bu. Sudah ganteng belum anakmu ini?" Aku kan sebentar lagi viral, mulai sekarang aku harus selalu terlihat keren. Bu."
"Jo sebenarnya ada yang perlu kamu tau." Sumi berjalan pelan dan duduk di ranjang tepat di sebelah Tejo berdiri. "Sini Jo. Duduk." Pinta Sumi.
"Whot hepen mama. Aya naon." Tejo menjawab dengan bahasa ingris yang ia pelajari waktu SD. Tejo pun duduk di samping ibunya.
"Kamu tau pelakor itu apa, Jo? Tanya ibunya pelan.
"Tau ma." Jawab Tejo tegas dan yakin.
"Panggil ibu aja jangan mama. Seperti orang kaya saja. Pakek mamamamaan sejagala."
"Injeh bune." Jawab Tejo sambil senyum manis.
Sumi yang melihat senyum kebahagian di wajah Tejo menjadi tidak tega ingin menyampaikan kebenaran. Tetapi Sumi tidak ingin Tejo anak sematawayangnya itu akan lebih kecewa dan malu jika tau arti pelakor yang sebenarnya.
"Siapa yang memberi taumu tentang pelakor?"
"Budi." Jawab tejo singkat.
"Budi! Si kebo item itu?"
"Iya bu. Emang kenapa? Dia baik. Dia dukung aku jadi pelakor. Dia juga yang ajari cara caranya." Tejo menjawab polos.
"Pelakor itu gak baik, Jo. Perusak rumah tangga orang." Sumi menjelaskan lirih sambil mengelus pundak Tejo.
"Wedus!" Umpat Tejo yang mulai emosi terhadap Budi karena sudah dibohongi dan dibuat malu dengan orang sekampung.
Tiba tiba.
"Eh kebo deng." Mendengar itu Sumi tertawa terpingkal pingkal mendengar Tejo yang salah ucap. Hingga akirnya Tejo pun ikut tertawa. Sumi dan Tejo larut dalam tawa. Hingga keluar air mata.
Setelah beberapa saat suasana menjadi hening. Dan keheningan itu dipecah oleh Tejo.
"Bune. Hari ini aku mau berangkat ke Kalimantan." Kata kata Tejo yang keluar setelah menata hati yang hancur.
Sumi terkejut dan sedih mendengar kata kata Tejo yang akan pergi lagi. Padahal baru kemarin malam Tejo mengutarakan keinginannya untuk menemani Sumi di kampung. Sumi yang tanpa bertanya alasan Tejo pergi. Lalu mengecup kening Tejo.
 "Ati ati. Jaga kesehatan. Kabari ibumu ini yang sudah tua. Sering sering beliin ibu pulsa buat nelpon kamu ya Jo." Tejo lalu memeluk Sumi.
"Maafin Tejo ya, bu."
"Ibu gak pernah kecewa sama kamu Jo. Ibu selalu bangga punya anak seperti kamu."
Ditegakkannya tubuh Tejo lalu sumi menghapus air mata Tejo.
Bisa terbaca bahasa mata yang sedih dari Sumi. "Ibu bangga Jo. Sama kamu." Dengan lirih dan air mata, Sumi berusaha sekuat mungkin untuk tidak menangis lagi. Tejo terus saja meneteskan air mata dan kembali memeluk Sumi. Tejo yang melihat Sumi menangis tak tega meninggalkan dalam keadaan seperti ini. Tejo berniat akan memperbaiki nama baiknya sebelum kembali merantau ke Kalimantan.
***

"Mas. Mas Tejo kan? Sulastri temenmu dulu. Inget ndak?" Tejo yang melongo melihat kecantikan Sulastri bidadari idamannya itu hampir saja "ngences".
"Heh Mas!" Lastri menepuk lengan Tejo membuyarkan kebengongan Tejo.
"Eh. Iya. Inget kok." Lastri langsung tersipu malu mendengar suara Tejo yang 'ngebas' itu. Lastri teringat saat kecil SD Sulastri pernah dilamar Tejo dengan sekuntum mawar merah. Dan cincin pelastik yang didapat dari hadiah kaka.
"Kamu beneran Sulastri anaknya pak Broto Lele, kan?" Tejo yang meyakinkan dengan bertanya meskipun Tejo masih ingat betul dengan tompel yang dimiliki Sulastri di dekat bibirnya yang sexy.
"Iya mas. Yang waktu SD pernah kamu cium." Sulastri sambil menggoyang gaoyangkan badannya ke kiri ke kanan. Mungkin karena malu. Tejo yang tersenyum karena mengingat kejadian tempo dulu sekaligus senang karena bukan hanya Tejo yang menyimpan kenangan itu. Tetapi wanita pujaan hatinya masih ingat betul kisah puluhan tahun silam.
"Kamu tambah sexy, Tri. Anakmu sekolah kelas berapa?" Tanya Tejo sambil memperhatikan pakaian Lastri. Sendal jepit merah, lejing kuning, baju hijau, dan rambut pirang. Mirip pelangi bule.
"Ah mas bisa aja ngegombalnya. Anakku kelas 2 SMP mas." Lastri yang malu malu dipuji sexy oleh Tejo kini pipinya jadi memerah.
"Mas juga tambah gagah. Kumisnya juga tebal." Sulastri yang menyandang gelar janda 7 bulan lalu ini tampaknya kegirangan bertemu Tejo.
Beruntunglah ada gosip tentang Tejo jadi pelakor, sehingga Sulastri tau kalau Tejo ada di kampung.
***

"Ini semua karena Budi. Aku harus menemuinya." Tejo dengan tergesa gesa mencari kawannya itu. Didatanginya Budi ke rumahnya tetapi Budi sedang menemani Jesika belanja bedak. "Kebo kalo udah dicucuk hidungnya ya begini, nurut sama istri." Tejo yang semakin menjadi jadi menyusul Budi ke Toko "DI SINI ADA APA SAJA" yang berada di samping pasar.
Dilihatnya Budi berdiri di belakang Jesika yang sedang mendengarkan istrinya itu marah marah kepada pemilik toko. Tidak buang buang waktu lagi Tejo menghampiri Budi lalu ditariknya keluar toko. Budi yang kaget membuat Jesika semakin kesal dengan Budi karena mengagetkannya dengan teriakan Budi yang reflek. "Sini kamu Bud. Kamu ikut aku." Budi tak menjawab. Hanya meringis kesakitan karena gelang emas berbentuk rantai menjepit lengannya karena ditarik Tejo. Sesampainya di luar. Tejo yang hendak berbicara dengan Budi dilabrak Jesika.
"Kamu ini memang pelakor ya." Bentak Jesika. "Dasar perebut laki orang. (Pelakor)."
Tejo yang kaget dengan ucapan Jesika. Terdiam. Dia hanya menduga duga apakah Budi telah menceritakan detail hubungan Tejo dan Budi.
"Gak kok. Aku hanya ingin menanyakan ayam pesananku tadi." Jawab Tejo datar karena ketakutan. Dan menyadari alasan Budi akhir akhir ini yang susah diajak ketemu.
"Oh ini Jo uangmu aku belum sempat membelikannya, kamu beli sendiri ya." Jawab Budi dan merogoh saku kemejanya. Diberikan uang Tejo sambil Budi mengedipkan sebelah matanya kepada Tejo, sebagai kode, yang hanya dimengerti Tejo dan Budi.
"Oh. Iya"
Tampaknya Tejo paham benar kode yang diberikan Budi baru saja. Sehingga setelah menerima uangnya kembali Tejo pun meninggalkan Budi dan Jesika begitu saja.
***

Sutejo dan Budi telah sepakat bertemu di gubuk sawah milik Sumi, jam 3 petang. Agar tidak ada yang menggangu, curhatan Tejo. Begitulah kesimpulan es-em-es Tejo dan Budi.
Pukul 15
Waktu yang dinanti nanti akhirnya tiba. Tetapi Budi belum terlihat. 15 menit Tejo menunggu belum juga datang. Dalam penantian Budi, kata kata Jesika terngiang tentang arti pelakor. Dan menyadari orang yang disebut pelakor adalah orang yang merebut laki laki dari pasangan orang. Tidak perduli yang perebut itu laki laki atau perempuan. Semua bisa disebut pelakor. Begitu kesimpulan Tejo.
"Bud, sebenarnya aku marah kepadamu, tapi tidak jadi."
"Kenapa?" Budi terheran dan penasaran.
"Aku masih butuh bantuanmu."
"Bantuan apa, Jo? Kalau duit aku gak ada."
"Bukan." Tejo terdiam sejenak "Sulastri."
"Oh. Aku paham Jo. Serahkan semua sama Budi. Aman pokoknya Jo."

Bersambung*
Disqus Comments